Muwâfiq Dan Masbûq
Muwâfiq adalah ma’mum yang setelah takbir mempunyai sisa waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan fâtihah dengan kecepatan baca sedang (tidak terlalu cepat dan lambat) sebelum imam rukû’.
Sedangkan Masbûq adalah sebaliknya, yaitu : ma’mum yang setelah takbir hanya mempunyai sedikit waktu yang tidak cukup untuk menyempurnakan bacaan fâtihah sebelum imam rukû’.
Contoh : Anggap saja standart bacaan fâtihah dengan kecepatan sedang, berdurasi dua menit. Apabila ketika ma’mum mengikuti imam masih ada waktu dua menit, maka dia berstatus Muwâfiq, sebaliknya apabila kurang dari dua menit maka statusnya masbûq.
Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan, bahwa status masbûq tidak hanya untuk rokaat pertama saja, namun bisa pada rokaat kedua dan seterusnya, bahkan bisa jadi, ma’mum tersebut menjadi masbûq dalam seluruh rokaatnya.
Termasuk dalam kategori masbûq adalah ma’mum yang ketika dia takbir, imam sudah selesai berdiri, baik waktu itu imam dalam keadaan rukû’, I’tidâl, sujud dan sebagainya.
Untuk mengantisipasi keterlambatan bacaan fâtihah ma’mum, menurut ulama’, apabila ma’mum telah melaksanakan takbîratul ihrâm, dia disunnatkan langsung membaca fâtihah tanpa membaca do’a atau dzikir sunnat terlebih dahulu, kecuali dia mempunyai dugaan bisa menyelesaikan fâtihahnya sebelum imam rukû’.
Hukum-hukum Ma’mum Muwâfiq
Harus menyempurnakan fâtihah.
Dalam menyelesaikan fâtihahnya, dia diperbolehkan tertinggal dari imam sampai dua rukun pendek apabila tidak ada udzur dan tiga rukun panjang apabila ada udzur (sebagaimana udzur diatas)
Fase-fase Rukun fi’ly
ketika Ma’mum Masbûq Mengikuti Imam
Ketika mengikuti imam dalam rukun berdiri
Yang harus dilakukan ma’mum, pertama kali adalah takbîratul ihrâm, lalu langsung membaca fâtihah tanpa menunda-nundanya dengan do’a, dzikir sunnat, atau diam terlebih dahulu. Kemudian apabila sebelum dia menyelesaikan fâtihahnya, imam sudah melakukan rukû’, maka dia harus langsung rukû’ mengikuti imam, sedangkan kekurangan fâtihah sudah dalam tanggungan imam dan tidak perlu diselesaikan
Ketika mengikuti imam dalam rukun rukû’
Setelah takbîratul ihrâm, ma’mum langsung menyusul imam yang masih rukû’ (tanpa membaca fâtihah terlebih dahulu). Kemudian apabila ketika ma’mum rukû’ bersamaan dengan imam masih ada waktu tuma’nînah bersama, maka apa yang telah dia lakukan tercatat sebagai roka’at, sebaliknya, apabila ketika ma’mum rukû’, imam sudah mulai berdiri untuk I’tidâl, maka apa yang telah dia lakukan tidak tercatat sebagai roka’at.
Ketika mengikuti imam dalam rukun i’tidâl atau seterusnya
Setelah takbîratul ihrâm, ma’mum langsung menyusul imam sesuai dengan keadaan imam waktu itu, artinya ketika imam sedang sujud, ma’mum langsung sujud, ketika imam sedang duduk, ma’mum langsung duduk, begitu seterusnya.
Selanjutnya, apabila imam melakukan salam dan ma’mum masih mempunyai sisa roka’at yang belum diselesaikan, maka ketika hendak berdiri, dia disunnatkan melakukan takbir intiqâl dengan mengangkat tangan sebatas pundak (seperti takbîratul ihrâm). Hal ini apabila duduk yang dilaksanakan beserta imam merupakan duduk yang mestinya dilakukan (untuk tasyahhud) andaikan ma’mum tersebut shalat sendirian.
Contoh : Dalam shalat isyâ’ (misalnya) ma’mum telah ketinggalan dua roka’at, ketika imam melakukan tahiyyat akhir, ma’mum pun melakukan tahiyyat, ketika imam telah salam dan makmum hendak berdiri, ia disunnatkan takbir dengan mengangkat tangannya, karena duduk tahiyyat yang dia lakukan bersamaan dengan imam adalah duduk yang mestinya dia lakukan sebagai tahiyyat awal andaikan dia shalat sendirian. Berbeda apabila dia ketinggalan satu atau tiga roka’at, ketika imam telah salam, dia tidak disunnatkan takbir ataupun mengangkat tangan, karena duduk tahiyyat yang dia lakukan bersamaan dengan imam adalah bukan duduk yang semestinya ia lakukan.
Imam Melakukan Tindakan yang Tidak semestinya
Apabila ditengah-tengah shalatnya, imam melakukan tindakan yang tidak semestinya, maka hal yang harus dilakukan ma’mum dapat diperinci sebagai berikut :
Ketika imam menambah roka’at
Sikap ma’mum -> mengingatkan dengan membaca tasbîh yang disertai dengan niat dzikir, apabila imam tetap melanjutkan kesalahannya, lebih baik menunggu sampai selesai atau boleh untuk mufâraqah
Contoh : Ketika imam dan ma’mum dalam tahiyyat akhir, tanpa sengaja imam berdiri lagi untuk menambah roka’at yang telah selesai, dalam keadaan tersebut, ma’mum disunnatkan mengingatkan imam dengan membaca subhânallâh (dengan niat dzikir). Apabila imam sadar akan kesalahannya, dia harus kembali duduk lalu sujud sahwi dan kemudian salam. Apabila setelah dingatkan, imam tetap melanjutkannya, maka ma’mum boleh menunggunya dengan duduk sampai imam selesai dan kemudian melakukan salam setelah imam salam. Apabila dia tidak ingin menunggu imam, dia boleh mufâraqah, caranya dengan niat lepas dari jama’ah dengan imam, lalu salam tanpa menunggu imam.
Ketika imam melakukan hal-hal membatalkan shalat
Sikap ma’mum -> apabila masih ada kemungkinan shalat imam tidak batal, ma’mum seyogyanya berbaik sangka, dalam arti menganggap apa yang dilakukan imam tidak sampai membatalkan shalat. Apabila ma’mum yakin, imam telah batal shalatnya, dia harus mufâraqah.
Contoh : Imam tidak membaca basmalah ketika fâtihah, apabila antara takbir dan ayat setelah basmalah yang dibaca imam, masih ada tenggang waktu yang mungkin bisa digunakan membaca basmalah, seyogyanya ma’mum berbaik sangka, dalam arti, anggap saja imam sudah membaca basmalah yang tidak didengar oleh ma’mum. Sebaliknya apabila antara takbir dan ayat setelah basmalah tidak ada tenggang waktu yang bisa digunakan membaca basmalah, maka ma’mum harus mufâraqah, karena bisa dipastikan imam tidak membaca basmalah. Hal ini bisa dianalogikan pada contoh-contoh lain yang semisal.
Ketika imam tidak melakukan tahiyyat awal
Sikap ma’mum -> harus langsung berdiri mengikuti imam apabila setelah sujud kedua, imam tidak duduk istirâhah. Sebaliknya, apabila imam melakukan duduk istirâhah, ma’mum tetap diperbolehkan melakukan tahiyyat awal
Ketika imam tidak melakukan qunût
Sikap ma’mum diperinci sbb:
F Sunnat melakukan qunût, apabila yakin bisa menyusul imam dalam sujud awal.
F Boleh melakukannya, apabila yakin bisa menyusul imam dalam duduk diantara dua sujud.
F Tidak boleh melakukannya, apabila yakin hanya bisa menyusul imam pada sujud kedua.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
siLAHkan TinggALKan Jejak komentarnya ya !!!