Selamat datang di blog KHASANACH OLshop kroya, JANGAN LUPA belanja ya disini, untuk ketersedian stok sms ya 089663447075...

Rabu, 24 Maret 2010

Poros Muda NU Inginkan Syuriah Berperan Sentral

Kamis, 25 Maret 2010
Makassar, NU Online
--------------------------------------------------------------------------------

Poros Muda NU berharap kepada para muktamirin agar tetap menggunakan prinsip-prinsip berfikir dan bertindak serta membuat keputusan ala jamiyah NU. Poros Muda NU juga menengarai bahwa hal-hal yang disampaikan Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz tentang pergeseran tradisi dalam penentuan dalam memilih pucuk pimpinan, baik di syuriah maupun tanfidziyah adalah benar adanya.

Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan mendasar yang menimpa seluruh tokoh maupun elite NU yang telah mencalonkan diri jauh dari semangat dan cara-cara berjami`yyah NU. Padahal menjaga tradisi sangat penting dalam mengendalikan dan mengarahkan jalannya organisasi. Demikian bunyi pers release yang disampaikan oleh Poros Muda NU ke meja redaksi NU Online, Rabu (24/3).

Lebih lanjut, dalam pers release-nya, Poros Muda NU mendukung agar jangkar tradisi dan rambu-rambu ber-jam`iyyah ala NU dipegang kuat oleh para peserta muktamirin, termasuk juga oleh para kandidat. Model-model pencalonan dengan menggunakan pola gerilyah ala Pemilu, dan menggunakan umpan uang, sudah menyimpang jauh dari tradisi dan semangat ber-jam`iyyah NU. Kami, menghimbau agar model-model tersebut sekiranya dijauhkan dari arena muktamar.

"Kami meminta agar kelembagaan, lajnah, dan badan otonom sebisa mungkin dirampingkan. Jika perlu, arena dan mekanisme suksesi di tiap level struktural, dikaji kembali. Karena, faktanya tidak efektif, hanya membuahkan kepemimpinan politis, dan bersamaan juga menghabiskan ongkos hajatan yang mahal," ungkap Sofiyul Arif, koordinator Poros Muda NU.

Poros Muda NU juga meminta agar model penentuan Rais Aam sebagai posisi kunci pengendali organisasi dipilih melalui mekanisme dan konsep ahlul halli wal aqdhi. Karena konsep ini meski memiliki kandungan keabsahan demokrasi yang minim, namun membuahkan efektifitas kepemimpinan, utamanya dalam menjaga nilai, kompetensi keulamaan, serta menyelematkan wibawa kepemimpinan itu sendiri. Pemimpin yang baik tidak ditentukan oleh sejumlah mobilisasi modal yang digunakan, tetapi sejuahmana mampu memberikan nilai dan peran organisasi secara nyata.

"Kami meminta agar posisi Tanfidziyah dikembalikan kepada ulama yang memiliki latar belakang pesantren. Sebagai Lurah Pesantren, maka Tanfidziyah tidak boleh seenaknya keluar dari koridor dan arahan Syuriah. Kami juga meminta agar Tiga bidang garapan NU perlu diberi peran dan ruang lebar, yakni pengembangan ekonomi, pengembangan pendidikan, dan pengembangan teknologi. Ketiga bidang ini tetap membutuhkan misi politik NU yang tidak keluar dari nuansa kerakyatan, keislaman, dan kebangsaan," tandasnya. (min)

--------------------------------------------------------------------------------
Mengenang Muktamar Bahasa Jawa
Kamis, 25 Maret 2010
Makassar, NU Online
--------------------------------------------------------------------------------

Nahdlatul Ulama (1926) lahir jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekannya (1945). Bahkan lebih awal daripada Sumpah Pemuda (1928) dikumandangkan. Tentu saja NU pernah zaman mengalami ketika bahasa Indonesia belum resmi digunakan.

Namun karena, NU merupakan salah satu unsur pembentuk bangsa dan serta memiliki peran penting dalam kelahiran Bansa Indonesia, maka ketika Sumpah Pemuda dicetuskan, NU pun langsung memakainya secara resmi. Setidaknya pada acara Muktamar.

“Pencerminan kebangsaan NU telah tercermin dari Muktamar pada tahun 1928, yang kali pertama dihadiri para ulama dari luar jawa dan menggunakan bahasa Indonesia. “Kalau dulu-dulu, Muktamar menggunakan Bahasa Jawa,” kenang sesepuh NU KH Maemun Zubeir dalam konferensi pers di lokasi Muktamar, Rabu (24/3) senja.

Lebih lanjut Kiai Maemun menyatakan, muktamar kali ini adalah masa peralihan yang baru. Terbukti tidak hanya kalangan pesantren yang berkecimpung tapi diluar pesantren turut terlibat. “Tapi jiwanya, harus dahulu, tetap berjiwa santri,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai kesanggupannya jika dipilih sebagai Rois Am oleh Muktamirin? Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Lasem, Rembang ini menjawab entang sembari tertawa, “Kalau dimaui Muktamirin, boleh saja.”

Dan ketika ditanya masalah kandidat tanfidziyah yang didukungnya, Kiai maemun menjawab diplomatis. Menurutnya, meski ulama dahulu dan sekarang lain, namun yang lebih baik adalah ulama yang tidak senang menonjolkan diri. Karena pamer bukanlah sifat ulama.

Ketika didesak untuk menyebutkan nama, kandidat yang didukungnya, Kiai Maemun hanya tersenyum lebar. “Ya…. Yang pasti yang ada yang ada digambar-gambar itu,” pungkasnya. (Was)

sumber : http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=22691

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siLAHkan TinggALKan Jejak komentarnya ya !!!