Selamat datang di blog KHASANACH OLshop kroya, JANGAN LUPA belanja ya disini, untuk ketersedian stok sms ya 089663447075...

Senin, 29 Maret 2010

<<<( Nasehat Baginda Rasulullah SAW kepada Fatimah Az Zahro )>>>

Semoga seluruh ummat Baginda Rasulullah Syaidina Muhammad SAW dari awal mula hingga akhir kesemuanya selalu mendapatkan pandangan kasih sayang, kecintaan dan kemuliaan dari Allah Jalla Jallaluhu..robba Makkah wa sofa.... amin

Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anakndanya Fatimah az-zahra rha. Didapatinya anakndanya sedang menggiling syair (sejenis bijirin) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis..

Rasulullah SAW bertanya pada anakndanya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fatimah? semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis". Fatimah rha. berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtangga lah yang menyebabkan anaknda menangis".

Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anakndanya. Fatimah rha melanjutkan perkataannya, "ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta 'Ali (suaminya) mencarikan anaknda seorang jariah untuk menolong anaknda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah?".

Mendengar perkataan anakndanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahi im".

Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anakndanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, "berhentilah berputar dengan izin Allah SWT", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah SAW, demi Allah, Tuhan yang telah menjadikan engkau dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah engkau menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya)

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan".

Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fatimah az-zahra di dalam syurga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah SAW bersabda kepada anakndanya, "Jika Allah SWT menghendaki wahai Fatimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.

Ya Fatimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.

Ya Fatimah, perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.

Ya Fatimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.

Ya Fatimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.

Ya Fatimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keredhaan suami terhadap isterinya. Jikalau suamimu tidak redha denganmu tidaklah akan aku do'akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa redha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT?.

Ya Fatimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil.

Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga, dan Allah SWT akan mengkurniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

Ya Fatimah, perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya satu persalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikurniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.

Ya Fatimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat.

Ya Fatimah, perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menghias rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit(malaikat), "teruskanlah 'amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang".

Ya Fatimah, perempuan mana yang meminyakkan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya sertakukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai syurga dan Allah SWT akan meringankan sakratulmautnya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga serta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Sirat"

Minggu, 28 Maret 2010

ANAK-ANAK DAN ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW

PUTERA:
Abdullah bin Muhammad
Putra beliau dari Khadijah, meninggal ketika masih kecil.

Ibrahim bin Muhammad (wafat 10 H)
Putra Nabi dari Mariah Qibtiah. Dia hanya hidup selama 18 bulan. Nabi menyaksikan ketika dia menghembuskan nafas yang terakhir sambil meneteskan air mata, beliau berkata “mata boleh meneteskan air, hati boleh bersedih, tapi kita tidak boleh mengucapkan kalimat yang tidak diridai Allah”.
Qasim bin Muhammad

Putra beliau dari Khadijah yang meninggal ketika masih kecil.

PUTERI:
Fatimah binti Muhammad (wafat 11 H)
Putri bungsu Rasulullah SAW dari Khadijah yang paling disayangi oleh Rasulullah SAW. Dia tergolong wanita Quraisy yang genius dan pintar bicara. Dia menikah dengan Ali bin Abu Thalib. Dari perkawinan ini lahirlah Hasan, Husain, Ummi Kultsum dan Zainab. Dia meninggal 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah. Dan dari Fatimah Az-Zahro¡¦ini lahirlah dzuriyah Rasul sampai sekarang, yang di masyarakat lazim dijuluki Sayid, Habib ataupun Syarief.

Ruqaiah binti Muhammad (wafat 2 H)
Putri Rasulullah SAW. dari Khadijah yang dipersunting oleh Utbah bin Abu Lahab sewaktu Jahiliah. Setelah munculnya Islam dan turunnya ayat yang berarti “Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan dia juga akan celaka” (S. Al-Masad ayat 1)dia langsung dicerai oleh suaminya atas perintah Abu Lahab. Dia memeluk Islam bersama ibunya. Kemudian dia dinikahi oleh Usman bin Affan dan ikut bersama suaminya hijrah ke Abessina (habasyah ), kemudian mereka kembali dan menetap di Madinah seterusnya meninggal di kota itu pula.

Ummi Kultsum binti Muhammad (wafat 9 H/639 M)
Putri Rasulullah dari Khadijah yang dipersunting oleh Utaibah bin Abu Lahab pada masa Jahiliah. Setelah turunnya ayat yang artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia juga akan binasa.” (S. Al-Masad ayat 1) ia dicerai oleh Utaibah atas perintah Abu Lahab. Sepeninggal kakaknya, Ruqaiyah, istri pertama Usman dia dinikahi oleh Usman bin Affan. Dia ikut berhijrah ke Madinah.

Zainab binti Muhammad (wafat 8 H.)
Putri sulung Rasulullah yang dipersunting oleh Abul Ash bin Rabi’. Dia memeluk agama Islam dan ikut hijrah ke Madinah, sementara suaminya bertahan dalam agamanya di Mekah sampai dia tertawan dalam perang Badar. Di saat itu, Rasulullah meminta kepadanya untuk menceraikan Zainab, lalu diceraikannya. Setelah dia masuk Islam, Rasulullah SAW. mengawinkan mereka kembali.

ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW:

Berikut ini kita tampilkan nama-nama Istri Nabi Muhammad SAW beserta sekilas penjelasannya:
1. SITI KHADIJAH: Nabi mengawini Khadijah ketika Nabi masih berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah sudah berumur 40 tahun. Khadijah sebelumnya sudah menikah 2 kali sebelum menikah dengan Nabi SAW. Suami pertama Khadijah adalah Aby Haleh Al Tamimy dan suami keduanya adalah Oteaq Almakzomy, keduanya sudah meninggal sehingga menyebabkan Khadijah menjadi janda. Lima belas tahun setelah menikah dengan Khadijah, Nabi Muhammad SAW pun diangkat menjadi Nabi, yaitu pada umur 40 tahun. Khadijah meninggal pada tahun 621 A.D, dimana tahun itu bertepatan dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Surga. Nabi SAW sangatlah mencintai Khadijah. Sehingga hanya setelah sepeninggalnya Khadijah lah Nabi SAW baru mau menikahi wanita lain.

2. SAWDA BINT ZAM’A: Suami pertamanya adalah Al Sakran Ibn Omro Ibn Abed Shamz, yang meninggal beberapa hari setelah kembali dari Ethiophia. Umur Sawda Bint Zam’a sudah 65 tahun, tua, miskin dan tidak ada yang mengurusinya. Inilah sebabnya kenapa Nabi SAW menikahinya.

3. AISHA SIDDIQA: Seorang perempuan bernama Kholeah Bint Hakeem menyarankan agar Nabi SAW mengawini Aisha, putri dari Aby Bakrs, dengan tujuan agar mendekatkan hubungan dengan keluarga Aby Bakr. Waktu itu Aishah sudah bertunangan dengan Jober Ibn Al Moteam Ibn Oday, yang pada saat itu adalah seorang Non-Muslim. Orang-orang di Makkah tidaklah keberatan dengan perkawinan Aishah, karena walaupun masih muda, tapi sudah cukup dewasa untuk mengerti tentang tanggung jawab didalam sebuah perkawinan. Nabi Muhammad SAW bertunangan dulu selama 2 tahun dengan Aishah sebelum kemudian mengawininya. Dan bapaknya Aishah, Abu Bakr pun kemudian menjadi khalifah pertama setelah Nabi SAW meninggal.

4. HAFSAH BINT UMAR: Hafsah adalah putri dari Umar, khalifah ke dua. Pada mulanya, Umar meminta Usman mengawini anaknya, Hafsah. Tapi Usman menolak karena istrinya baru saja meninggal dan dia belum mau kawin lagi. Umar pun pergi menemui Abu Bakar yang juga menolak untuk mengawini Hafsah. Akhirnya Umar pun mengadu kepada nabi bahwa Usman dan Abu Bakar tidak mau menikahi anaknya. Nabi SAW pun berkata pada Umar bahwa anaknya akan menikah demikian juga Usman akan kawin lagi. Akhirnya, Usman mengawini putri Nabi SAW yiatu Umi Kaltsum, dan Hafsah sendiri kawin dengan Nabi SAW. Hal ini membuat Usman dan Umar gembira.

5. ZAINAB BINT KHUZAYMA: Suaminya meninggal pada perang UHUD, meninggalkan dia yang miskin dengan beberapa orang anak. Dia sudah tua ketika nabi SAW mengawininya. Dia meninggal 3 bulan setelah perkawinan yaitu pada tahun 625 A.D.

6. SALAMA BINT UMAYYA: Suaminya, Abud Allah Abud Al Assad Ibn Al Mogherab, meninggal dunia, sehingga meninggalkan dia dan anak-anaknya dalam keadaan miskin. Dia saat itu berumur 65 tahun. Abu Bakar dan beberapa sahabat lainnya meminta dia mengawini nya, tapi karena sangat cintanya dia pada suaminya, dia menolak. Baru setelah Nabi Muhammad SAW mengawininya dan merawat anak-anaknya, dia bersedia.

7. ZAYNAB BINT JAHSH: Dia adalah putri Bibinya Nabi Muhammad SAW, Umamah binti Abdul Muthalib. Pada awalnya Nabi Muhammad SAW sudah mengatur agar Zaynab mengawini Zayed Ibn Hereathah Al Kalby. Tapi perkawinan ini kandas ndak lama, dan Nabi menerima wahyu bahwa jika mereka bercerai nabi mesti mengawini Zaynab (surat 33:37).

8. JUAYRIYA BINT AL-HARITH: Suami pertamanya adalah Masafeah Ibn Safuan. Nabi Muhammad SAW menghendaki agar kelompok dari Juayreah (Bani Al Mostalaq) masuk Islam. Juayreah menjadi tahanan ketika Islam menang pada perang Al-Mustalaq (Battle of Al-Mustalaq). Bapak Juayreyah datang pada Nabi SAW dan memberikan uang sebagai penebus anaknya, Juayreyah. Nabi SAW pun meminta sang Bapak agar membiarkan Juayreayah untuk memilih. Ketika diberi hak untuk memilih, Juayreyah menyatakan ingin masuk islam dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah yang terakhir. Akhirnya Nabi pun mengawininya, dan Bani Almustalaq pun masuk islam.

9. SAFIYYA BINT HUYAYY: Dia adalah dari kelompok Jahudi Bani Nadir. Dia sudah menikah dua kali sebelumnya, dan kemudian menikahi Nabi SAW. Cerita nya cukup menarik, mungkin Insya Allah disampaikan terpisah.

10. UMMU HABIBA BINT SUFYAN: Suami pertamanya adalah Aubed Allah Jahish. Dia adalah anak dari Bibi Rasulullah SAW. Aubed Allah meninggak di Ethiopia. Raja Ethiopia pun mengatur perkawinan dengan Nabi SAW. Dia sebenarnya menikah dengan nabi SAW pada 1 AH, tapi baru pada 7 A.H pindah dan tinggal bersama Nabi SAW di Madina, ketika nabi 60 tahun dan dia 35 tahun.

11. MAYMUNA BINT AL-HARITH: Dia masih berumur 36 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah 60 tahun. Suami pertamanya adalah Abu Rahma Ibn Abed Alzey. Ketika Nabi SAW membuka Makkah di tahun 630 A.D, dia datang menemui Nabi SAW, masuk Islam dan meminta agar Rasullullah mengawininya. Akibatnya, banyaklah orang Makkah merasa terdorong untuk merima Islam dan nabi SAW.

12. MARIA AL-QABTIYYA: Dia awalnya adalah orang yang membantu menangani permasalahan dirumah Rasullullah yang dikirim oleh Raja Mesir. Dia sempat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Ibrahim akhirnya meninggal pada umur 18 bulan. Tiga tahun setelah menikah, Nabi SAW meninggal dunia, dan Maria (thx buat Joan) akhirnya meninggal 5 tahun kemudian, tahun 16 A.H. Waktu itu, Umar bin Khatab yang menjadi Iman sholat Jenazahnya, dan kemudian dimakamkan di Al-Baqi.
Kalau sudah tahu begini dan kalau memang dikatakan mau mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW, kira-kira masih minat dan berani nggak ya kaum Adam untuk ber-istri lebih dari 1?

KESETIAAN SEJATI SITI KHADIJAH SANG ISTRI RASULULLOH SAW

“Demi Alloh, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan daripadanyalah aku mendapatkan keturunan”

Demikianlah Rasululloh SAW menggambarkan kepribadian Siti Khadijah r.a., Istri beliau. Seorang istri sejati, muslimah yang dengan segenap kemampuan diri berkorban demi kejayaan Islam. Siti Khadijah r.a. berasal dari keturunan terhormat, mempunyai harta kekayaan yang tidak sedikit serta terkenal sebagai wanita cerdas dan tegas. Bukan sekali dua kali pemuka kaum Quraisy berusaha untuk mempersunting dirinya.

Tetapi pilihannya justru jatuh pada seorang pemuda bernama Muhammad, pemuda yang terkenal sebagai seorang yang terpercaya (Al-Amin), yang tak tergiur oleh kekayaan dan kecantikan siti Khadijah r.a.

Siti Khadijah r.a adalah wanita pertama yang beriman kepada Alloh dan RosulNya. Beliau banyak membantu dalam meneguhkan tekad Rosululloh SAW ketika melaksanakan risalah dakwah. Ia senantiasa berusaha meringankan kepedihan hati dan menghilangkan keletihan serta penderitaan yang dialami oleh suaminya, dalam menjalankan tugas dakwah menegakkan kalimat tauhid.

Inilah keistimewaan dan keutamaan khadijah dalam sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah sumber kekuatan yang berada di belakang Rosululloh SAW. Mari kita singkap kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan jantung Rasululloh SAW. Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di Gua Hira. Sekembalinya ke rumah, baginda berkata kepada istrinya tercinta,’Aku berasa khawatir terhadap diriku’

Siti khadijah r.a berusaha menabahkan hati suami yang ditaatinya dengan berkata, ’Wahai kakanda, demi Alloh, Tuhan tidak akan mengecewakanmu karena sesungguhnya kakanda adalah orang yang selalu memupuk dan menjaga kekeluargaan serta sanggup memikul tanggung jawab. Dirimu dikenali sebagai penolong kaum yang sengsara, sebagai tuan rumah yang menyenagkan tamu, ringan tangan dalam memberi pertolongan, senantiasa berbicara benar dan setia kepada amanah’.

Apakah ada wanita lain yang dapat menyambut sedemikian baik peristiwa bersejarah yang berlaku di Gua Hira seperti yang dilakukan oleh Khadijah kepada suaminya? Apa yang dikatakan oleh Khadijah kepada suaminya pada saat menghadapi peristiwa besar itu menunjukkan betapa besarnya kepercayaan dan kasih sayang seorang isteri kepada suami.

Sedikitpun Khadijah tidak merasa ragu di dalam hatinya. Persoalannya, dapatkan kita berlaku demikian? Siti Khadijah r.a merupakan wanita kaya dan terkenal. Ia bisa saja hidup bermewah-mewah dengan hartanya sendiri. Namun, semua itu dengan rela dikorbankannya untuk memudahkan tugas-tugas suaminya. Hal ini jelas menunjukkan beliau wanita yang mendorong kemajuan pahlawan umat manusia, melindungi pejuang terbesar dalam sejarah dengan mewujudkan kedamaian dalam kehidupan rumah tangga.

Sikap inilah yang menjadi salah satu sumber kekuatan Rosululloh SAW sepanjang kehidupan mereka bersama. Mari kita teliti, fahami serta hayati beberapa gambaran kesetiaan Khadijah yang telah membina kekuatan pada diri dan kehidupan penegak risalah Islam itu.

Sepanjang hidupnya bersama Rosululloh SAW, Siti Khadijah begitu setia menyertai baginda dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira, ia pasti menyiapkan semua bekal dan keperluannya. Seandainya Rosululloh SAW agak lama tidak pulang, ia akan datang menengok untuk memastikan keselamatan sang suami. Sekiranya Rasululloh SAW khusuk bermunajat, beliau tinggal di rumah dengan sabar sehingga suaminya pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, sekuat diri beliau menentramkan dan menghibur hati suaminya sampai diliputi ketenangan. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama.

Malah dalam banyak kegiatan peribadatan Rasululloh SAW, Siti Khadijah r.a dipastikan selalu ada bersama dan membantu baginda dari mulai hal kecil seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu. Kecintaan Khadijah bukanlah sekedar kecintaan terhadap suami. Tetapi berdasarkan keyakinan yang kuat terhadap keesaan Alloh SWT. Segala pengorbanan untuk suaminya adalah ikhlas untuk mencari keridhoan Alloh SWT.

Alloh Maha Adil dalam memberi RahmatNYA. Setiap amalan yang dilakukan dengan penuh ke ikhlasan pasti mendapat ganjaran yang kekal.Wahai muslimah, sekarang adalah masa untuk kita hidupkan kembali hakikat ini dalam kehidupan kita.

Ternyata, sangat luas makna tentang sebuah kesetiaan. Bukan sekedar menanti suami di rumah atau menjaga diri dari fitnah. Masih bisakah kita menjadi seperti Khadijah RA?

Shalat Jama’ah ( lll )

Muwâfiq Dan Masbûq

Muwâfiq adalah ma’mum yang setelah takbir mempunyai sisa waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan fâtihah dengan kecepatan baca sedang (tidak terlalu cepat dan lambat) sebelum imam rukû’.

Sedangkan Masbûq adalah sebaliknya, yaitu : ma’mum yang setelah takbir hanya mempunyai sedikit waktu yang tidak cukup untuk menyempurnakan bacaan fâtihah sebelum imam rukû’.
Contoh : Anggap saja standart bacaan fâtihah dengan kecepatan sedang, berdurasi dua menit. Apabila ketika ma’mum mengikuti imam masih ada waktu dua menit, maka dia berstatus Muwâfiq, sebaliknya apabila kurang dari dua menit maka statusnya masbûq.

Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan, bahwa status masbûq tidak hanya untuk rokaat pertama saja, namun bisa pada rokaat kedua dan seterusnya, bahkan bisa jadi, ma’mum tersebut menjadi masbûq dalam seluruh rokaatnya.
Termasuk dalam kategori masbûq adalah ma’mum yang ketika dia takbir, imam sudah selesai berdiri, baik waktu itu imam dalam keadaan rukû’, I’tidâl, sujud dan sebagainya.

Untuk mengantisipasi keterlambatan bacaan fâtihah ma’mum, menurut ulama’, apabila ma’mum telah melaksanakan takbîratul ihrâm, dia disunnatkan langsung membaca fâtihah tanpa membaca do’a atau dzikir sunnat terlebih dahulu, kecuali dia mempunyai dugaan bisa menyelesaikan fâtihahnya sebelum imam rukû’.

Hukum-hukum Ma’mum Muwâfiq
Harus menyempurnakan fâtihah.
Dalam menyelesaikan fâtihahnya, dia diperbolehkan tertinggal dari imam sampai dua rukun pendek apabila tidak ada udzur dan tiga rukun panjang apabila ada udzur (sebagaimana udzur diatas)

Fase-fase Rukun fi’ly
ketika Ma’mum Masbûq Mengikuti Imam

Ketika mengikuti imam dalam rukun berdiri
Yang harus dilakukan ma’mum, pertama kali adalah takbîratul ihrâm, lalu langsung membaca fâtihah tanpa menunda-nundanya dengan do’a, dzikir sunnat, atau diam terlebih dahulu. Kemudian apabila sebelum dia menyelesaikan fâtihahnya, imam sudah melakukan rukû’, maka dia harus langsung rukû’ mengikuti imam, sedangkan kekurangan fâtihah sudah dalam tanggungan imam dan tidak perlu diselesaikan

Ketika mengikuti imam dalam rukun rukû’
Setelah takbîratul ihrâm, ma’mum langsung menyusul imam yang masih rukû’ (tanpa membaca fâtihah terlebih dahulu). Kemudian apabila ketika ma’mum rukû’ bersamaan dengan imam masih ada waktu tuma’nînah bersama, maka apa yang telah dia lakukan tercatat sebagai roka’at, sebaliknya, apabila ketika ma’mum rukû’, imam sudah mulai berdiri untuk I’tidâl, maka apa yang telah dia lakukan tidak tercatat sebagai roka’at.

Ketika mengikuti imam dalam rukun i’tidâl atau seterusnya
Setelah takbîratul ihrâm, ma’mum langsung menyusul imam sesuai dengan keadaan imam waktu itu, artinya ketika imam sedang sujud, ma’mum langsung sujud, ketika imam sedang duduk, ma’mum langsung duduk, begitu seterusnya.

Selanjutnya, apabila imam melakukan salam dan ma’mum masih mempunyai sisa roka’at yang belum diselesaikan, maka ketika hendak berdiri, dia disunnatkan melakukan takbir intiqâl dengan mengangkat tangan sebatas pundak (seperti takbîratul ihrâm). Hal ini apabila duduk yang dilaksanakan beserta imam merupakan duduk yang mestinya dilakukan (untuk tasyahhud) andaikan ma’mum tersebut shalat sendirian.
Contoh : Dalam shalat isyâ’ (misalnya) ma’mum telah ketinggalan dua roka’at, ketika imam melakukan tahiyyat akhir, ma’mum pun melakukan tahiyyat, ketika imam telah salam dan makmum hendak berdiri, ia disunnatkan takbir dengan mengangkat tangannya, karena duduk tahiyyat yang dia lakukan bersamaan dengan imam adalah duduk yang mestinya dia lakukan sebagai tahiyyat awal andaikan dia shalat sendirian. Berbeda apabila dia ketinggalan satu atau tiga roka’at, ketika imam telah salam, dia tidak disunnatkan takbir ataupun mengangkat tangan, karena duduk tahiyyat yang dia lakukan bersamaan dengan imam adalah bukan duduk yang semestinya ia lakukan.

Imam Melakukan Tindakan yang Tidak semestinya
Apabila ditengah-tengah shalatnya, imam melakukan tindakan yang tidak semestinya, maka hal yang harus dilakukan ma’mum dapat diperinci sebagai berikut :

Ketika imam menambah roka’at
Sikap ma’mum -> mengingatkan dengan membaca tasbîh yang disertai dengan niat dzikir, apabila imam tetap melanjutkan kesalahannya, lebih baik menunggu sampai selesai atau boleh untuk mufâraqah
Contoh : Ketika imam dan ma’mum dalam tahiyyat akhir, tanpa sengaja imam berdiri lagi untuk menambah roka’at yang telah selesai, dalam keadaan tersebut, ma’mum disunnatkan mengingatkan imam dengan membaca subhânallâh (dengan niat dzikir). Apabila imam sadar akan kesalahannya, dia harus kembali duduk lalu sujud sahwi dan kemudian salam. Apabila setelah dingatkan, imam tetap melanjutkannya, maka ma’mum boleh menunggunya dengan duduk sampai imam selesai dan kemudian melakukan salam setelah imam salam. Apabila dia tidak ingin menunggu imam, dia boleh mufâraqah, caranya dengan niat lepas dari jama’ah dengan imam, lalu salam tanpa menunggu imam.

Ketika imam melakukan hal-hal membatalkan shalat
Sikap ma’mum -> apabila masih ada kemungkinan shalat imam tidak batal, ma’mum seyogyanya berbaik sangka, dalam arti menganggap apa yang dilakukan imam tidak sampai membatalkan shalat. Apabila ma’mum yakin, imam telah batal shalatnya, dia harus mufâraqah.
Contoh : Imam tidak membaca basmalah ketika fâtihah, apabila antara takbir dan ayat setelah basmalah yang dibaca imam, masih ada tenggang waktu yang mungkin bisa digunakan membaca basmalah, seyogyanya ma’mum berbaik sangka, dalam arti, anggap saja imam sudah membaca basmalah yang tidak didengar oleh ma’mum. Sebaliknya apabila antara takbir dan ayat setelah basmalah tidak ada tenggang waktu yang bisa digunakan membaca basmalah, maka ma’mum harus mufâraqah, karena bisa dipastikan imam tidak membaca basmalah. Hal ini bisa dianalogikan pada contoh-contoh lain yang semisal.

Ketika imam tidak melakukan tahiyyat awal
Sikap ma’mum -> harus langsung berdiri mengikuti imam apabila setelah sujud kedua, imam tidak duduk istirâhah. Sebaliknya, apabila imam melakukan duduk istirâhah, ma’mum tetap diperbolehkan melakukan tahiyyat awal

Ketika imam tidak melakukan qunût
Sikap ma’mum diperinci sbb:
F Sunnat melakukan qunût, apabila yakin bisa menyusul imam dalam sujud awal.
F Boleh melakukannya, apabila yakin bisa menyusul imam dalam duduk diantara dua sujud.
F Tidak boleh melakukannya, apabila yakin hanya bisa menyusul imam pada sujud kedua.[]

Shalat Jama’ah ( ll )

Berkumpul dengan imam dalam satu tempat

Melihat penbahasan ini bisa di gambarkan pada macam-macam tempat, maka hukumnya diperinci sbb:
Imam dan Ma’mum sama-sama di masjid.
Hal ini bisa dihukumi sah, asalkan keberadaan ma’mum dalam suatu ruangan masih memungkinkan untuk berjalan menuju imam dengan mudah, meskipun ma’mum berada dalam ruangan yang berbeda, dan jaraknya dengan imam melebihi 144 m. Sebaliknya apabila ma’mum berada dalam suatu ruangan yang sulit atau tidak mungkin bisa berjalan menuju imam, maka jama’ahnya tidak sah karena tidak dianggap (dihukumi) berkumpul dengan imam dalam satu tempat,.
Contoh :
Ma’mum berada dalam ruangan yang tidak ada pintunya.
Ma’mum berada di kamar yang disegel atau berada di loteng yang tidak ada tangganya

Imam dan Ma’mum tidak bersama dalam satu masjid.
Secara terperinci, bentuknya ada tiga :
F Imam dimasjid, ma’mum diluar masjid
F Imam diluar masjid, ma’mum dimasjid
F Imam dan ma’mum sama-sama diluar masjid
Hal ini bisa dihukumi sah dengan catatan :
F Jarak antara imam dan ma’mum tidak lebih dari 144 m
F Tidak terdapat hâ’il (penghalang) yang mencegah untuk melihat imam atau berjalan menuju posisi imam, kecuali ada râbith (penghubung) yang berada di tengah-tengah hâ’il tersebut

Tidak terjadi Fuhsy al-mukhâlafah (ketidakserasian yang sangat mencolok antara imam dan ma’mum)
Esensi dari jama’ah adalah mutâba’ah, artinya ma’mum harus selalu mengikuti imam dalam melakukan atau tidak melakukan suatu pekerjaan, disamping itu pekerjaan yang dilakukan ma’mum harus setelah pekerjaan imam dengan tenggang waktu yang tidak lama. Oleh karena itu apabila ma’mum melakukan pekerjaan yang mengesankan tidak serasi dengan imam maka jama’ahnya batal karena tidak terjalinnya mutâba’ah yang semestinya.

Hal-hal yang menyebabkan Fuhsy al-mukhâlafah (tidak serasi dalam jama’ah yang sangat mencolok) adalah :
Terlambat mengikuti gerakan imam melebihi dua rukun fi’ly (rukun yang berupa gerakan) secara berturut-turut meskipun rukun pendek dan dalam hal ini keterlambatan ma’mum tanpa adanya suatu udzur.
Contoh : Imam sudah turun untuk melakukan sujud, sedangkan ma’mum masih berdiri -> (belum rukû’ dan i’tidâl)
Terlambat mengikuti gerakan imam melebihi tiga rukun panjang, dikarenakan ada adzur.
Contoh : Imam sudah berdiri dalam rokaat kedua (atau rokaat setelah rokaatnya ma’mum) sedangkan ma’mum masih berdiri dalam rokaat sebelum imam -> (ketinggalan rukû’, sujud pertama dan sujud kedua).
Mendahului imam melebihi dua rukun (meskipun rukun pendek)
Contoh :
Imam masih dalam keadaan berdiri, ma’mum sudah turun untuk melakukan sujud -> (mendahului dalam rukû’ dan i’tidâl)
Imam masih berdiri, ma’mum sudah rukû’ namun ketika imam hendak melakukan rukû’, ma’mum sudah sujud (tidak bersamaan dengan imam dalam rukû’ dan i’tidâl)
Melakukan atau tidak melakukan sunnat fi’ly (gerakan sunnat) tertentu sehingga terkesan antara shalat imam dan ma’mum tidak ada keserasian yang sangat mencolok. Sunnat fi’ly yang dimaksud disini adalah tahiyyat awal, qunût dan sujud tilawah. Namun menurut qawl yang mu’tamad (yang bisa dijadikan pegangan), kesunnatan – kesunnatan diatas tidak mutlak akan membatalkan shalat ma’mum apabila tidak sama dengan imamnya, namun ada beberapa pemilahan. Perinciannya sebagai berikut :
Dalam sujud tilâwah, ma’mum harus mengikuti imam dalam melakukan atau meninggalkannya, artinya apabila imam mengerjakan, ma’mum harus ikut mengerjakan, begitu juga apabila imam meninggalkan, ma’mum harus meninggalkan. Apabila tidak sama, maka shalat ma’mum batal.
Dalam qunût, ma’mum tidak ada keharusan mengikuti imam, baik dalam mengerjakan atau meninggalkannya. Artinya, ketika imam melakukan qunût, ma’mum boleh melakukan atau tidak melakukannya (langsung sujud), begitu juga apabila imam tidak melakukan qunût, ma’mum boleh melakukannya apabila dia yakin bisa menyusul imam sebelum sujud kedua (sebagaimana keterangan diakhir bab)
Dalam tahiyyat awal, ma’mum harus mengikuti imamnya dalam meninggalkan saja. Artinya apabila imam meninggalkan tahiyyat awal, ma’mum harus ikut meninggalkannya. Namun apabila imam melakukannya, ma’mum tidak wajib melakukannya (boleh meninggalkannya, dan menunggu imam pada rukun berdiri).

Semua hukum yang telah disebutkan diatas berlaku apabila ma’mum melakukannya secara sengaja dan tahu bahwa hal tersebut dilarang. Apabila tidak sengaja, shalatnya tidak batal namun harus mengejar atau menyusul imam.

Orang Yang Tidak Sah Menjadi Imam :
Seseorang yang sudah menjadi ma’mum pada imam lain (meskipun hanya dugaan atau diragukan)
Seorang ummy yang menjadi imam bagi Qâri’
Perempuan yang menjadi imam bagi laki-laki (meskipun anak kecil) atau huntsa (banci)

Orang Yang Makruh Menjadi Imam :
Orang fâsiq yaitu orang yang pernah melakukan dosa besar atau orang yang berulang-ulang melakukan dosa kecil dan belum bertaubat
Orang ahli bid’ah (orang yang melakukan hal baru yang negatif dan tidak terdapat dalam syari’at Nabi) yang tidak sampai menyebabkan kufur
Orang yang selalu waswas
Orang yang belum dihitan

Udzur Jama’ah
Udzur yang memperbolehkan seseorang tidak melakukan jama’ah adalah :
Hujan yang sampai membasahi bajunya
Cuaca yang sangat panas
Cuaca yang sangat dingin
Malam yang sangat gelap
Sakit yang menyebabkan tidak bisa shalat dengan khusyû’
Menahan hadast (kencing, berak, kentut)
Tidak menemukan baju yang layak (meskipun sudah ada yang bisa menutup aurot)
Khawatir tertinggal rombongan bagi orang yang hendak melakukan perjalanan yang diperbolehkan
Khawatirkan terjadi penganiayaan pada orang ma’shûm apabila dia meninggalkannya
Tidak kuat menahan kantuk ketika menunggu jama’ah
Sangat haus dan lapar

Shalat Jama’ah ( l )

Shalat Jama’ah adalah hubungan dan ikatan dalam shalat antara imam dan ma’mum. Oleh karena itu dalam prakteknya harus terdiri minimal dua orang, satu sebagai imam dan yang satunya sebagai ma’mum.
Hikmah yang terkandung dari shalat jama’ah adalah menjalin ikatan persaudaraan, merajut benang kasih sayang dan memperkokoh barisan antara muslim tanpa membeda-bedakan status sosial mereka, dan masih banyak lagi hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya.

Hukum Shalat Jama’ah
Hukum shalat jama’ah adalah sunnat muakkadah (sangat dianjurkan), berdasarkan firman Allah:
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ [النساء : 102]
Artinya : Dan apabila Kamu berada ditengah-tengah qoum, maka (kemudian) kamu mendirikan shalat untuk mereka, maka hendaknya golongan dari qoum tersebut ikut mendirikan shalat bersamamu ( QS. An-Nisa’:102 )
Dan hadits Nabi Muhammad SAW :
صَلاَةُ الجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً { متفق عليه }
Artinya : shalat berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendirian dengan selisih 27 derajat.( Muttafaq ‘alaih )

Dalam hadits diatas disebutkan bahwa shalat jama’ah mempunyai dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian. Derajat yang dimaksud disini adalah keutaman atau yang biasa disebut fadhilah. Dalam kenyataannya, fadhilah tersebut terbagi pada beberapa kesunnatan yang hanya terdapat dalam jamaah. Fadhilah tersebut bisa diperoleh seseorang selama dia tercatat telah mengikuti jama’ah, atau dengan kata lain, selama dia belum ketinggalan salam pertama imam.

Syarat-syarat Menjadi Ma’mum :
Niat berjama’ah
Tidak mendahului tempat imam
Mengetahui gerakan imam
Berkumpul dalam satu tempat
Tidak terjadi Fuhsy al-mukhâlafah (ketidakserasian yang sangat mencolok antara shalat imam dan ma’mum)

Uraian dan Teknis Pelaksanaan
Niat Berjama’ah.
Niat berjama’ah harus disebutkan oleh ma’mum bersamaan dengan Takbîratul ihrâm. Secara prinsip, yang terpenting dalam niat berjamaah adalah niat (tujuan) menghubungkan shalat ma’mum dengan shalat imam. Adapun bentuk-bentuk niat berjamaah bermacam-macam yaitu : niat berjama’ah, niat mengikuti imam, niat shalat bersama imam, niat menjadi ma’mum dll. Contoh :
أُصَلِّي فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالى
Artinya : saya niat shalat maghrib, tiga rokaat, menghadap kiblat, menjadi ma’mum karena Allah Ta’ala

Tidak mendahului tempat imam
Yang menjadi tolak ukur dalam hal ini adalah tumit, bukan jari-jari kaki, dalam arti, tumit ma’mum tidak boleh lebih depan dari tumit imam. Apabila hanya sejajar, hukumnya makruh namun tidak membatalkan shalat.
Adapun format posisi (tata letak) imam dan ma’mum yang dianjurkan ketika jama’ah diperinci sbb:
Ketika ma’mum hanya lelaki
Apabila ma’mum hanya satu orang, disunnatkan berdiri disamping kanan imam dengan sedikit mundur, sampai jari kakinya berada dibelakang tumit imam.
F Kemudian apabila datang ma’mum kedua, maka ma’mum tersebut menempat disamping kiri imam dengan sedikit mundur sama seperti ma’mum pertama, kemudian setelah ma’mum kedua takbir, kedua ma’mum disunnatkan membuat shof (barisan) dibelakang imam. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara : ma’mum mundur bersamaan atau imamnya maju
Apabila ma’mum lebih dari satu dan datang bersamaan, hendaknya langsung membentuk barisan kanan dan kiri dibelakang imam (tidak berada disamping imam)

Ketika ma’mum hanya perempuan
Baik hanya satu orang maupun lebih, disunnatkan membelakang agak jauh dari imam.

Ketika ma’mum terdiri dari laki-laki dan perempuan
Urutan dari imam sbb:
Laki-laki (dewasa maupun anak-anak)
Huntsa (banci – kalau ada)
Perempuan
Mengetahui gerakan imam,
Gerakan imam yang dimaksud disini adalah perpindahan rukun fi’ly (rukun gerakan) imam. Untuk mengetahui gerakan imam, bisa ditempuh dengan berbagai cara, baik secara langsung misalnya melihat imam (ketika ma’mum berada tidak jauh dari imam), ataupun tidak langsung asalkan ma’mum yakin dan bisa membedakan rukun fi’ly yang sedang dijalani imam misalnya melihat ma’mum lain atau mendengarkan suara imam ataupun dengan bantuan mediator, seperti mendengarkan suara muballigh (perantara suara imam), suara imam dari spiker (pengeras suara) atau melihat tayangan shalat imam dari monitor dll

Jumat, 26 Maret 2010

MENYADARI DOSA PRIBADI

Seandainya kita mampu meneliti dan menelusuri secara cermat tingkah laku dan perbuatan kita selama hidup, kemudian dicocokkan dengan dasar dasar agama dengan sungguh-sunguh, kemungkinan besar kita akan mendapati diri dalam genangan dosa. Dosa-dosa tersebut bisa jadi timbul dari kesalahan berinteraksi. Itu nampak dari interaksi kepada sesamanya, kepada binatang, alam, maupun dosa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa). Dengan cermin dan penelusuran ayat-ayat di atas misalnya, sudah bisa dilihat seberapa banyak dosa yang menumpuk di pundak manusia dalam setiap harinya. Saat duduk, berbaring, berjalan dan aktifitas apapun tidak ingat Allah merupakan dosa. Tidak mempedulikan kepentingan bangsa dan agama yang membutuhkan, termasuk dosa, dan bahkan tergolong manusia yang tidak memiliki kebenaran. Dalam setiap keluar masuknya nafas, manusia lalai mensyukuri nikmat yang diberikan Allah baik nikmat jasmani maupun nikmat rohani, juga merupakan dosa dan kedurhakaan yang diancam siksa.

Hal itu memberi kejelasan kepada kita bahwa setiap hari, setiap saat manusia tidak bisa terhindar dari dosa. Ini sebuah kewajaran dan sebuah keniscayaan, dalam kapasitasnya yang dloif. Harus ada proses penyadaran dan pertaubatan sebelum ajal menjemput, selama masih ada kesempatan taubat dan perbaikan. Sebab jika mau meneliti dan mengakui secara jujur, sebenarnya kewajaran tersentuh dosa itu berlaku pula atas orang-orang terpandang senior agama, cendekiawan, konglomerat sampai kaum awam. Jangan hendaknya berpikir dan berprilaku seperti kebiasaan manusia sejak zaman Adam hingga masa sekarang yang tidak mau menyadari bila diri terlibat dosa dan sesat, karena merasa sudah baik dan benar. Sebab para Rasul terdahulu tidak malu mengakui dosa dan kehilafan dirinya. Antara lain pertaubatan Rasul Adam as, (rasul sekaligus bibit unggul manusia) yang secara terbuka menyadari dirinya dholim seperti dikisahkan dalam Al Quran :

قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ (الاعراف : 23 )
Artinya: Keduanya berkata : Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Bila Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang orang yang merugi (Qs. 7 : 23).

Demikian pula Rasul Yunus as. yang menyesali dan meminta ampun kepada Allah atas kedhaliman dirinya dikarenakan tidak sabar dan meninggalkan ummatnya dalam keadaan marah. Penyesalan dan pengakuan dhalim itu diabadikan dalam Al Quran :

وَذَالنَّوْنِ اِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ تَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ اَنْ لآَّ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ ( الانبياء : 87 )
Artinya: Lalu ingat pula kisah Dhunnun ketika ia pergi dengan mendongkol meninggalkan kaumnya. Dia mengira bahwa kami tiak mampu mempersulit keadaannya. Lalu dia mendoa dalam tiga rangkaian kegelapan bahwa : Tidak ada Tuhan selain Engkau : Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku terlibat orang dhalim. (Qs. 21 : 87)

Demikian pula pengakuan dhalim Rasul Musa as. (ulil azmi) disebabkan pukulannya yang mengakibatkan kematian seorang bangsa Mesir. Beliau merasa dosa dan dhalim karena memukul orang dengan nafsu marah dan membela kaumnya sendiri yang belum tentu berada di fihak yang benar. Namun karena termasuk jiwa yang maksum (terjaga) maka segera diingatkan Allah akan kesalahannya dan menyadari.
قَالَ رَبِّ اِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَاغْفِرْ لِى فَغَفَرَلَهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمِ (القصص : 16 )
Artinya: Musa mendoa : Ya tuhanku ! bahwasannya aku telah berlaku aniaya terhadap diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Lalu Tuhan mengampuninya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Penyayang, (Qs.28 : 16)

Selanjutnya Rasul Muhammad saw. yang merupakan pendekar kebenaran sedunia, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setiap hari tidak kurang dari tujuh puluh kali sowan kepada Allah untuk meminta ampun. Para Rasul yang sedemikian tinggi derajatnya di sisi Allah, tidak malu mengakui dirinya berdosa, dhalim dan khilaf. Mereka merupakan contoh dan teladan bagi ummatnya sampai akhir zaman nanti. Namun anehnya umat sekarang tidak ada yang merasa berdosa dalam setiap harinya. Apalagi yang terpandang alim dan tokoh agama, lebih sukar baginya untuk menyadari adanya dosa dalam dirinya. Karena tidak merasa berdosa, sehingga kehendak hati untuk meminta ampun juga tidak ada. Padahal Allah menyeru kepada hamba-Nya agar berlomba dan bersegera dalam mencari dan mendapatkan ampunan dari Allah (Lihat Qs. Ali Imran : 133). Hal ini disebabkan Allah Maha Mengetahui bahwa dengan bertambahnya dosa manusia tiap saat, jika tidak di taubati dengan segera dan cepat cepat, dikhawatirkan akan tersusul (didahului) kematian yang datang dengan tiba tiba.

Kalau para Rasul saja tidak malu menyadari bila tersentuh dosa dan dhalim, lalu mengapa umat sekarang congkak dan selalu merasa baik ?. Mungkinkah perilaku dan kondisi umat dan para ulama, tokoh agama, cendekiawan sekarang lebih baik dan lebih suci dari para Nabi-Rasul itu ? Sebaliknya, ummat yang demikian adalah umat yang dibiarkan Allah. Sedangkan para Rasul itu selalu mendapatkan penjagaan dari Allah (ma’sum). Sehingga begitu tersentuh dosa langsung diperingatkan, tidak sampai berlarut-larut dalam kesalahan.

Untuk itu mari meninggalkan ego dan sikap gila hormat serta segera meneliti dosa dan kedhaliman diri, menyadari kemudian menaubatinya, sebelum ajal menjemput. Sebab demikian itulah ciri manusia dewasa dan beriman, menyadari dosa sebelum datangnya pati. Jangan sampai bernasib seperti orang bodoh, kaum kafir yang menyadari dosa setelah ajal menjemput, setelah berada di alam kubur. Karena tidak ada gunanya kecuali vonis siksa.

Kamis, 25 Maret 2010

Pendiri IPPNU Meninggal Dunia

Friday, 06 November 2009 14:31

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sesepuh pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Umroh Machfudzoh meninggal dunia pada Jumat (6/11/09) pagi tadi sekitar pukul 6.45 WIB di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Almarhumah meninggal pada usia 73 tahun.

Cucu KH Abdul Wahab Chasbullah ini akan dimakamkan sore ini sekitar pukul 15.30 WIB di pemakaman dekat kediaman Komplek Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Manguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Yogyakarta H Mohammad Maksum mengatakan, warga NU di Yogyakarta berbela sungkawa atas meninggalnya salah seorang sesepuh NU ini.

”Beliau ini hidup di tiga generasi. Beliau menangi (masih sempat bertemu) dengan para pendiri NU. Pada usia senja beliau juga masih aktif memberikan pengarahan kepada para pengurus NU, bukan hanya Muslimat saja tetapi juga segenap PWNU DIY,” katanya dihubungi NU Online.

Almarhumah adalah putri dari pasangan KH Wahib Wahab dan Hj Siti Channah. Setelah belajar di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, ia diterima sebagai siswa SGA Surakarta, lalu di di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta. Di sinilah ia memulai aktivitasnya dalam organisasi NU.

Berdirinya Ikatan Pelajar Putra Nahdlatul Ulama (IPNU) pada 1954 membuatnya bersemangat mendirikan organisasi serupa untuk pelajar putri, sampai mengantarkannya menjadi Ketua Dewan Harian (DH) organisasi pelajar putri yang kelak dinamakan IPPNU.

Umroh kemudian menikah dengan M. Tolchah Mansoer yang juga Ketua Umum PP IPNU pertama. Selain tetap menjadi dewan penasihat IPPNU, masa-masa pengabdiannya dihabiskan di organisasi Fatayat dan Muslimat NU. Ia juga sempat menjadi anggota DPR dari PPP dan PKB.

Segenap jajaran pengelola NU Jombang Online mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Ibu H Umroh Machfudzoh semoga diterima segala amal ibadahnya di dunia serta diampuni segala dosanya dan bagi keluarga yang ditinggalkan agar diberikan ketabahan. (NU Online/Mtb)


NB:agar kita ingat akan perjuangan beliau !!!!!!!!!!

Rabu, 24 Maret 2010

Pasang Surut Hubungan NU dengan Parpol

Rabu, 24 Maret 2010 | 02:54 WIB

Nahdlatul Ulama mulai ”tergoda” dengan politik saat masih belia, yaitu ketika baru berusia 19 tahun. Pada tahun 1945, NU menggabungkan diri ke Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia atau Masyumi. Sejak itu, hasrat berpolitik praktis yang penuh dengan konflik seperti tak terbendung hingga usia NU menginjak 84 tahun saat ini.

Realitas sejarah itu menimbulkan pertanyaan, apakah Nahdlatul Ulama (NU) memang bisa terlepas sama sekali dari politik praktis?

Realitas sejarah membuktikan, NU terlibat dalam berbagai pusaran konflik politik. Pada 6 April 1952, NU menyatakan keluar dari Masyumi karena konflik internal Masyumi antara kelompok tradisional—yang diwakili NU—dan kelompok reformis. NU selanjutnya bersama Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan sekelompok orang Islam dari Parepare, Sulawesi Selatan, membentuk federasi Liga Muslimin pada 30 Agustus 1952 (Subhan SD, Langkah Merah, Bentang, 1996).

Penyebab perpecahan lain di Masyumi dicatat pula oleh Slamet Effendy Yusuf, mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor dan calon ketua umum Pengurus Besar NU. Perpecahan di Partai Masyumi dipicu soal keanggotaan kembar dalam Masyumi, yaitu keanggotaan perorangan dan keanggotaan organisasi. NU mengusulkan penghapusan dualisme keanggotaan tersebut, tetapi ditolak Masyumi. Hal lain lagi soal calon Menteri Agama waktu itu antara Sukirman (NU) dan M Natsir.

Lepas dari Masyumi, langkah NU berikutnya sudah banyak dikupas, yaitu NU membentuk partai politik sendiri dan mengikuti Pemilihan Umum 1955. Secara mengejutkan, NU muncul sebagai partai politik terbesar ketiga dengan perolehan suara 18,4 persen setelah PNI (22,3 persen) dan Masyumi (20,9 persen).

Represi rezim Orde Baru mulai dirasakan NU menjelang Pemilu 1971. Orde Baru menilai, NU adalah lawan. Rasionalisasi partai politik yang dilakukan rezim Orde Baru memaksa NU bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973. Konflik juga belum berakhir. Menjelang Pemilu 1982, terjadi krisis peranan NU di internal PPP. Hal tersebut, antara lain, yang mendorong dalam Muktamar Ke-27 NU tahun 1984 di Situbondo, Jawa Timur, NU menegaskan kembali ke Khittah 1926. NU keluar dari PPP.

Namun, era keterbukaan 1998 menggoda kembali NU untuk masuk ke politik. Kali ini dengan membidani partai politik bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB mengikuti Pemilu 1999 dan kembali menjadi partai politik terbesar ketiga dengan perolehan suara 13 persen. PKB juga bisa mengantarkan KH Abdurrahman Wahid, Ketua Umum Dewan Syuro PKB dan mantan Ketua Umum PBNU, menjadi presiden pada Oktober 1999.

Menurut mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur KH Ali Maschan Moesa, tidak ada yang bisa disalahkan dengan Khittah 1926. Hubungan NU dengan partai politik sudah selesai dengan Khittah 1926. NU memang harus berdiri di atas semua partai politik dan menjaga jarak yang sama. ”Bahwa orang merasa lebih dengan PKB karena NU membidani saja lahirnya PKB,” kata anggota DPR dari PKB itu.

KH Salahuddin Wahid, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, mengemukakan, tidak heran apabila saat itu kebanyakan warga dan tokoh NU beranggapan bahwa jati diri dan peran NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah dalam bidang politik.

Oleh karena itu, menurut Salahuddin, kegairahan banyak tokoh struktur NU di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota untuk menjadi calon dalam pemilihan umum kepala daerah dan pemilihan umum presiden perlu dipahami dalam konteks anggapan tentang jati diri dan peran NU itu. ”Tetapi, anggapan itu amat bertentangan dengan kenyataan pahit yang kita alami akibat munculnya para tokoh struktur NU dalam politik praktis itu,” ujar adik KH Abdurrahman Wahid itu.

Selain itu, persentase warga NU secara sosial politik semakin turun. Jika pada Pemilu 1955 sebesar 18,5 persen, Pemilu 1999 menjadi 20 persen, dan pada Pemilu 2009 tinggal 10 persen (gabungan suara PKB dan PPP). Dengan demikian, warga NU secara politik amat cair. ”Tidak mungkin kita dorong ke dalam satu partai politik,” katanya.

Kelemahan NU

Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan NU sebagai organisasi kemasyarakatan. Kelemahan yang diamati KH Salahuddin Wahid adalah NU menggunakan paradigma organisasi politik yang pragmatis, terpecah menjadi kubu-kubu, kurangnya saling percaya, dan tidak berorientasi amal sosial. Akibatnya, terjadi konflik karena masalah politik dan munculnya praktik politik uang.

Contoh jelas adalah konflik internal PKB yang melahirkan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang juga tidak memperoleh suara signifikan dalam Pemilu 2009. Padahal, di PKNU juga terdapat ulama NU berpengaruh.

Satu hal lain yang diamati Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr Kacung Marijan adalah soal tidak siapnya NU menghadapi industri demokrasi 10 tahun terakhir ini.

Ia menunjuk pada fakta hasil Pemilu 2009. Pemilih berlatar belakang NU pada Pemilu 2009 sekitar 21 persen. Kalau pemilih NU memilih partai terkait NU, total suara peroleh PKB, PPP, dan PKNU seharusnya sekitar 21 persen. Namun, yang terjadi, PPP hanya memperoleh 5,32 persen, PKB 4,94 persen, dan PKNU 1,47 persen. Totalnya hanya 11 persen. Berarti, ada separuh pemilih NU yang menyalurkan aspirasi politiknya ke partai politik lain, seperti Partai Golkar, PDI-P, dan Partai Demokrat.

”Mengapa itu terjadi? Hal itu karena basis ekonomi warga NU lemah sehingga ketika masuk industri demokrasi menjadi tidak karuan,” kata Kacung.

Perilaku memilih warga NU dalam kapitalisasi dan industri demokrasi dewasa ini menjadi lebih otonom. Secara agama, mereka tetap warga NU, tetapi secara politik menjadi sangat otonom. ”Untuk agama, mereka tetap tunduk pada kiai. Untuk politik, warga NU masih bertransaksi,” ujar Kacung.

Ketua PBNU Masdar F Mas’udi menggarisbawahi bahwa hubungan elite NU dengan basis keumatan juga semakin renggang karena elite NU bermain dengan kalkulasi politik yang secara nalar berjangka pendek, sementara masyarakat NU di bawah menilai terjadi penyimpangan. Banyak imbauan kiai sekarang ini yang berkaitan dengan politik tidak diikuti oleh umatnya.

Untuk meredam dan mengurangi gesekan di antara tokoh NU, Salahuddin Wahid mengusulkan perlunya penegasan posisi NU dalam kepartaian. Diperlukan rumusan khittah NU di bidang politik yang tidak multitafsir. ”NU harus aktif berpolitik kebangsaan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, bukan politik kepartaian atau kekuasaan,” kata Salahudin.

Masdar F Mas’udi juga sepakat, ”Solusinya ya moto lama, kembali ke Khittah 1926.”

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra mengusulkan agar NU tampil sebagai kekuatan moral. ”NU perlu memainkan peran cek dan kontrol tersebut secara lebih asertif dan efektif,” ujar Azyumardi. (BUR)

Poros Muda NU Inginkan Syuriah Berperan Sentral

Kamis, 25 Maret 2010
Makassar, NU Online
--------------------------------------------------------------------------------

Poros Muda NU berharap kepada para muktamirin agar tetap menggunakan prinsip-prinsip berfikir dan bertindak serta membuat keputusan ala jamiyah NU. Poros Muda NU juga menengarai bahwa hal-hal yang disampaikan Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz tentang pergeseran tradisi dalam penentuan dalam memilih pucuk pimpinan, baik di syuriah maupun tanfidziyah adalah benar adanya.

Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan mendasar yang menimpa seluruh tokoh maupun elite NU yang telah mencalonkan diri jauh dari semangat dan cara-cara berjami`yyah NU. Padahal menjaga tradisi sangat penting dalam mengendalikan dan mengarahkan jalannya organisasi. Demikian bunyi pers release yang disampaikan oleh Poros Muda NU ke meja redaksi NU Online, Rabu (24/3).

Lebih lanjut, dalam pers release-nya, Poros Muda NU mendukung agar jangkar tradisi dan rambu-rambu ber-jam`iyyah ala NU dipegang kuat oleh para peserta muktamirin, termasuk juga oleh para kandidat. Model-model pencalonan dengan menggunakan pola gerilyah ala Pemilu, dan menggunakan umpan uang, sudah menyimpang jauh dari tradisi dan semangat ber-jam`iyyah NU. Kami, menghimbau agar model-model tersebut sekiranya dijauhkan dari arena muktamar.

"Kami meminta agar kelembagaan, lajnah, dan badan otonom sebisa mungkin dirampingkan. Jika perlu, arena dan mekanisme suksesi di tiap level struktural, dikaji kembali. Karena, faktanya tidak efektif, hanya membuahkan kepemimpinan politis, dan bersamaan juga menghabiskan ongkos hajatan yang mahal," ungkap Sofiyul Arif, koordinator Poros Muda NU.

Poros Muda NU juga meminta agar model penentuan Rais Aam sebagai posisi kunci pengendali organisasi dipilih melalui mekanisme dan konsep ahlul halli wal aqdhi. Karena konsep ini meski memiliki kandungan keabsahan demokrasi yang minim, namun membuahkan efektifitas kepemimpinan, utamanya dalam menjaga nilai, kompetensi keulamaan, serta menyelematkan wibawa kepemimpinan itu sendiri. Pemimpin yang baik tidak ditentukan oleh sejumlah mobilisasi modal yang digunakan, tetapi sejuahmana mampu memberikan nilai dan peran organisasi secara nyata.

"Kami meminta agar posisi Tanfidziyah dikembalikan kepada ulama yang memiliki latar belakang pesantren. Sebagai Lurah Pesantren, maka Tanfidziyah tidak boleh seenaknya keluar dari koridor dan arahan Syuriah. Kami juga meminta agar Tiga bidang garapan NU perlu diberi peran dan ruang lebar, yakni pengembangan ekonomi, pengembangan pendidikan, dan pengembangan teknologi. Ketiga bidang ini tetap membutuhkan misi politik NU yang tidak keluar dari nuansa kerakyatan, keislaman, dan kebangsaan," tandasnya. (min)

--------------------------------------------------------------------------------
Mengenang Muktamar Bahasa Jawa
Kamis, 25 Maret 2010
Makassar, NU Online
--------------------------------------------------------------------------------

Nahdlatul Ulama (1926) lahir jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekannya (1945). Bahkan lebih awal daripada Sumpah Pemuda (1928) dikumandangkan. Tentu saja NU pernah zaman mengalami ketika bahasa Indonesia belum resmi digunakan.

Namun karena, NU merupakan salah satu unsur pembentuk bangsa dan serta memiliki peran penting dalam kelahiran Bansa Indonesia, maka ketika Sumpah Pemuda dicetuskan, NU pun langsung memakainya secara resmi. Setidaknya pada acara Muktamar.

“Pencerminan kebangsaan NU telah tercermin dari Muktamar pada tahun 1928, yang kali pertama dihadiri para ulama dari luar jawa dan menggunakan bahasa Indonesia. “Kalau dulu-dulu, Muktamar menggunakan Bahasa Jawa,” kenang sesepuh NU KH Maemun Zubeir dalam konferensi pers di lokasi Muktamar, Rabu (24/3) senja.

Lebih lanjut Kiai Maemun menyatakan, muktamar kali ini adalah masa peralihan yang baru. Terbukti tidak hanya kalangan pesantren yang berkecimpung tapi diluar pesantren turut terlibat. “Tapi jiwanya, harus dahulu, tetap berjiwa santri,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai kesanggupannya jika dipilih sebagai Rois Am oleh Muktamirin? Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Lasem, Rembang ini menjawab entang sembari tertawa, “Kalau dimaui Muktamirin, boleh saja.”

Dan ketika ditanya masalah kandidat tanfidziyah yang didukungnya, Kiai maemun menjawab diplomatis. Menurutnya, meski ulama dahulu dan sekarang lain, namun yang lebih baik adalah ulama yang tidak senang menonjolkan diri. Karena pamer bukanlah sifat ulama.

Ketika didesak untuk menyebutkan nama, kandidat yang didukungnya, Kiai Maemun hanya tersenyum lebar. “Ya…. Yang pasti yang ada yang ada digambar-gambar itu,” pungkasnya. (Was)

sumber : http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=22691

Senin, 15 Maret 2010

KUMPULAN DO'A DO'A

Do'a Keselamatan

Artinya: "Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zhalim, dan selamatkanlah kami dengan curahan rahmat-Mu dari tipu daya orang- orang yang kafir." (Qs. Yunus: 85-86).

Do'a Mohon Perlindungan

Artinya: "Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampunan serta tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk golongan orang-orang yang merugi." (QS. H�d: 47).
 
Do'a Keluarga Maslahah
 
Artinya: "Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampunan serta tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk golongan orang-orang yang merugi." (QS. H�d: 47).
 
Do'a Mohon Tempat yang Baik
 
Artinya: "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah pula aku secara keluar yang benar. Dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan (pemimpin) yang menolong." (Al-Isr�': 80).
 
Do'a Mohon diberi Kemudahan
 
Artinya: "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini." (QS. Al-Kahfi: 10).

Do'a Kelapangan hati

Artinya: "Ya Tuhan, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, agar mereka mengerti perkataanku." (QS. Thaha: 27)

Do'a Mohon Jodoh dan Keturunan yang Baik

Artinya: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidupku seorang diri, dan Engkaulah pewaris yang paling baik." (QS. Al-Anbiyai': 89).
 
Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sungguh Engkau Maha Pendengar doa." (QS. Ali 'Imron: 38).

Penjelasan:Doa di atas baik sekali dibaca oleh orang-orang yang belum mempunyai keturunan dan pasangan hidup. Juga baik sekali dibaca oleh setiap muslim agar diberi keturunan yang shalih.

Kedua ayat diatas merupakan doanya Nabi Zakariya a.s. agar diberi keturunan sebagai pelenjut perjuangannya menegakkan agama Allah. Kisah Nabi Zakaria bisa dilihat dalam Al-Our'an Surah Al-Anbiya' ayat, 89-90; Ali-'Imron, 38-41.
 
Do'a Mohon Terlepas dari Musibah
 
Artinya: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung pula kepada-Mu, ya Tuhan kami dari kedatangan mereka kepadaku." (OS. Al-Mukmin�n: 97-98).


Do'a Mohon Kemuliaan
 
Artinya: "Ya Tuhan kami, jauhkanlah adzab Jahanam dari kami, Sungguh 'adzab itu adalah kebinasaan yang kekal." (QS. Al-Furq�n: 65).
 
 

Artinya: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furq�n: 74).

Penjelasan:
Dalam Al-Quran dikisahkan, bahwa doa tersebut dibaca oleh orang-orang yang senantiasa memuji dan menyucikannya. Mereka senantiasa berpegang teguh pada etika Islam, beramal shalih, memperbanyak dzikir dan doa dalam segala kesempatan.

Selasa, 09 Maret 2010

AKU enyonge nang kroya

assalamu'alaikum Wr. Wb
salam silaturahmi

enyong sama juga dengan aku, bahasa tersebut adalah bahasa khas dari cilacap dan sekitarnya yang dengan populernya bahasa ngapak njeplak yang bisa membuat kangen, tertawa, kalau kalian mendengarnya,,

kota kroya terletak disebelah paling timur kota cilacap,,sudah tahukah anda,,?? kota kroya termasuk kota dekat dengan lokasi wisata pantai widara payung, hey sedulur sapa wonge sing dadi wong kroya,salam kenal bae karo enyong,,nang kroya ge wis apa2 kepenak,,,nek sing kepenak.....hahaha,,,,,,,,rep tuku sayur wis pirang2 sing dadi bakul sayuran keliling,,,rep tuku perabotan rumah tangga, ya barange bsa teka dwek (tukang kredit) pokoke nang kroya ge wis kota..

wahai sedulur dimana berada lan sekitare,,,mboks ana tunggale njnengan, rika2 pada nang kota kroya gie,,,tek tidokna desa2ne

1. Desa Sikampuh
2. Desa Pekuncen
3. Desa Pesanggrahan
4. Desa Kroya
5. Desa Karangmangu
6. Desa Ayamalas
7. Desa Pucung Kidul
8. Desa Bajing
9. Desa Gentasari
10. Desa Karangturi
11. Desa Bajing Kulon
12. Desa Mergawati
13. Desa Pucung Lor
14. Desa Kedawung
15. Desa Buntu
16. Desa Mujur Lor
17. Desa Mujur
nek ana desa sing kesingsal rung diakui dadi kecamatan kroya lapor bae maring kantor kecamatan hehehe....

enyong arep nulis apa maning yah,,,soale wis terlanjur bingung,,,,,apike kota kroya..nek arep takon takon ....ya kapan2 tek wei informasi maning

wassalamu'alaikum Wr. Wb